Saturday, June 7, 2014

Ketika Musim Debat (pendukung) Tiba

Selamat waktu ini (dari bahasa Sunda: Wilujeng Wayah Kieu).

Pilpres (Pemilihan Presiden) tinggal sebulan lebih beberapa hari lagi. Calon Presiden dan Wakil Presidennya sudah diberi nomor masing-masing-masing. Kampanye terbatas sudah dimulai, dengan kampanye terbuka yang masih seminggu lagi dimulainya.

Di media sosial, Facebbok, Twitter, Path, dan lainnya bertebaran "meme", karikatur, foto, ilustrasi dan juga banyak bentuk lainnya yang membicarakan (boleh disebut: menyendaguraukan) dua capres ini. Pertempuran di dunia maya terjadi antar 2 kubu pendukung. Sindiran, pantun, olok-olok, sampai opini yang direkayasa menjadi fakta yang seolah resmi membuat kita mengernyitkan dahi, mengerutkan kening dan menyimpulkan senyum, ah mengeringkan gigi juga ternyata dengan terbahak-bahannya tertawa lepas kita ketika membaca atau melihatnya di gawai kita masing-masing.

Saudara, mengapa kita berperang dengan teman, kerabat, saudara, kekasih dan handai taulan kita? Lupakah kita dengan pokok pikiran demokrasi yang sebenarnya? Apa sih yang kita peroleh ketika kita merasa lawan kita yang mendukung capres sebelah kalah dan diam seribu basa dengan celotehan, sindiran, bahkan makian kita yang menyerang capresnya?
Torang samua basudara, kita semua bersaudara teman, satu negara, satu kata ketika menyebut Sumpah Pemuda, satu syair dan nada ketika berdiri meletakkan tangan kanan di dada atau telapak kanan di depan topi saat bernyanyi Indonesia Raya.

Ini Indonesia kita, mari tidak lupa ketika satu saat kita sama berteriak keras : Golllll di kala penyerang PSSI menyarangkan si kulit bundar ke gawang lawan dari negara tetangga. Ingatkah kita sama-sama terkekeh mendengar, kemudian menirukan ungkapan "jebreddddd" dari pembawa acara keberhasilan tim sepakbola usia di bawah 19 tahun PSSI? Atau di saat sama-sama membahas kenaikan harga cabe yang di luar nalar?

Mari lihat sebelah kita adalah saudara kita. Di depan dan belakang adalah kawan sepermainan kita, yang ber-KTP elektronika dengan kesalahan sama pada gambar peta negeri tercinta.
Mari saudara, perbedaan pandangan dan pilihan pada capres jangan membuat kita terpecah belah. Kita sedang menghadapi Pesta Demokrasi, bukan menghadapi Penjajah yang bisa memecah belah dengan "Devide et Impera".
Mari menghadapi Pesta ini dengan damai, santun, dan penuh kasih. Siapapun pilihan kita, walaupun berbeda, kita tetap Satu Indonesia.
Merdeka.
Tuhan memberkati bangsa dan negara kita. Satu atau Dua, kita tetap bersaudara!